KPI menjadi DPI

My Flowplayer video

Komisi Periklanan Indonesia (KPI) yang semula bernama Komisi Tata Krama dan tata Cara Periklanan Indonesia (KTKTCPI), mengalami lagi perubahan nama. Hal ini dipicu oleh keluarnya industri periklanan dari ‘keluarga pers nasional’ pasca era reformasi tahun 1998. Ini berarti periklanan tidak lagi menjadi anggota Dewan Pers. Konsekuensi logis dari situasi ini adalah dengan 11 asosiasi yang menjadi anggotanya, KPI sebenarnya sudah dengan sendirinya menjadi sebuah ‘federasi’. Namun ada beberapa alasan lain juga mengapa PPPI sebagai pemrakarsa kemudian mengusulkan perkumpulan ini agar memilih bentuk ‘dewan’. Alasan-alasan itu selengkapnya adalah sbb.:

 

  1. Bentuk dan nama bersejarah. Karena industri periklanan sebenarnya sudah pernah memiliki “dewan” pada tahun 1970-an (awal periklanan modern  di Indonesia) , ketika dibentuknya Dewan Periklanan Nasional. Tetapi Dewan ini dibubarkan oleh Menteri Penerangan RI, ketika industri periklanan dimasukkan dalam “keluarga pers”. Pembubaran dimaksudkan pihak Pamong agar tidak ada tumpang tindih pembinaan, karena sudah ada Dewan Pers yang saat itu juga memayungi industri periklanan.

 

  1. Kesetaraan Fungsi. Adalah kenyataan bahwa periklanan saat itu tidak lagi di bawah payung Dewan Pers, maka wajar jika ia harus pula memiliki peran, fungsi dan tanggung jawab yang setara dengan Dewan Pers dan Dewan Penyiaran, meskipun periklanan tidak, atau belum memiliki Undang-undang.

 

  1. Pembinaan dan perwakilan. Penggunaan istilah Dewan menjelaskan, bahwa ia lebih bertujuan untuk pembinaan intern terhadap industri periklanan, sekaligus menjadi lembaga perwakilan yang menjembatani industri periklanan dengan masyarakat, legislator, dan Pamong.

 

  1. Keanggotaan komponen. Adalah kenyatan juga, bahwa mereka yang menjadi anggota Dewan Periklanan Indonesia nanti, adalah wakil-wakil dari komponen industri periklanan, bukan para individu yang diangkat.

 

  1. Konsekuensi UU. Penggunaan istilah ‘dewan’ juga agar tidak ada kerancuan pada publik, bahwa Dewan Periklanan Indonesia berpadanan dengan misalnya, Komisi Penyiaran dan Komisi Persaingan Usaha (yang bentukan DPR dan Pamong), ataupun lembaga-lembaga lain yang dibentuk sebagai konsekuensi dari diberlakukannya sesuatu Undang-undang.

 

  1. Terkait dengan butir “5.” di atas, jika kelak ternyata memang ada UU Periklanan, dan karenanya mungkin dibentuk pula Komisi Periklanan, maka keberadaan, maupun nama Dewan Periklanan Indonesia dapat terus dipertahankan.

 

  1. Komunikasi internasional. Masyarakat periklanan internasional umumnya memang sudah menggunakan struktur berbentuk Council (Dewan) sebagai lembaga periklanan tertinggi di negara mereka masing-masing. Bentuk lainnya adalah Authority atau Board. Namun kedua istilah terakhir ini dalam sistem ketata-negaraan kita digunakan untuk bentuk-bentuk organisasi lain. Karena itu istilah ‘dewan’ (council) menjadi yang paling sesuai, sekaligus untuk menjelaskan atau memudahkan komunikasi Dewan Periklanan Indonesia dengan masyarakat/industri periklanan dunia.

 

Alasan-alasan itu diterima oleh Rapat Presidum KPI, dan sejak itulah KPI beubah nama menjadi Dewan Periklanan Indonesia (DPI).