Penegakan Etika oleh P3I

My Flowplayer video

Sejarah DPI memang berawal dari kebutuhan akan adanya standar etika yang baku dan dihormati oleh para komponen periklanan nasional. Tapi, seperti telah dibahas sebelumnya,  dalam kiprahnya kemudian ia ternyata juga dibutuhkan menangani berbagai hal lain, tidak hanya untuk menegakkan  masalah tata krama dan tata cara periklanan.

Kenyataan memang menunjukkan bahwa Ia dapat dimanfaatkan juga untuk pembinaan intern terhadap industri periklanan, sekaligus sebagai jembatan penghubung antara industri periklanan dengan masyarakat, legislator, dan Pamong.

 

Namun sejarah juga mencatat bahwa bagian besar dari kegiatan DPI adalah sebagai lembaga pengawas dan penegak etika. Itu sebabnya dari tiga sublembaga yang ada dalam strukturnya, Badan Musyawarah Etika (BME) adalah yang paling aktif dan konsisten menjalankan misinya.

 

Tinjauan dari aspek komitmen atau keterlibatan komponen pendukung,  P3I ternyata merupakan asosiasi yang paling aktif dalam lembaga DPI.

Hal ini dapat dimengerti, karena memang P3I-lah yang sehari-hari terlibat langsung dalam kegiatan periklanan, dan menjadikannya sebagai lahan bisnis para anggotanya. Itu pula sebabnya, P3I menjadi satu-satunya asosiasi yang secara internal, memiliki sendiri lembaga pengawas etika. Lembaga yang bernama Badan Pengawas Periklanan P3I (BP3) ini secara rutin bersidang setiap bulan guna membahas kasus-kasus pelanggaran etika yang melibatkan anggota-anggota P3I.

 

BP3 juga menerbitkan Buku Putih yang merekam segala kegiatan Badan ini. Buku ini menjadi bagian dari laporan Badan kepada Kongres P3I yang di masa itu berlangsung setiap tiga tahun.  BP3 memang bertanggung jawab kepada Kongres, bukan kepada Pengurus Pusat.

Buku Putih yang diterbitkan oleh Badan Pengawas P3i

Menarik untuk disimak rekaman kasus-kasus yang ditangani oleh Badan yang beranggotakan tujuh orang penanggung jawab di biro-biro iklan mereka masing-masing ini.  Sebagai contoh, pada Buku Putih 1999-2002 macam dan jumlah keputusan atas kasus-kasus yang ditangani tercataat sbb.:

 

KEPUTUSAN JUMLAH KASUS
Menetapkan pelanggaran 28
Meminta penjelasan 8
Menolak dugaan 16
Merujuk kepada BME* 2
Menolak berpendapat 1
Jumlah 55

 

* Badan Musyawarah Etika

 

Jumlah kasus yang ditangani sebagaimana tercantum pada Buku Putih 2002-2005 meningkat sedikit menjadi 60. Tapi keputusan yang berupa ‘Menetapkan pelanggaran’ meningkat tajam menjadi 58 kasus.

 

Selama periode 2002-2005, jenis pelanggaran terbanyak adalah tidak dicantumkannya peringatan pada iklan-iklan obat-obatan dan minuman kesehatan. Jenis pelanggaran lain yang juga banyak terjadi adalah penggunaan kata-kata superlatif seperti “ter-“, “paling”, “nomor satu’ atau sejenisnya.

 

Selain menangani pelanggaran etika, BP3 juga memperoleh tanggung jawab membantu anggota PPPI untuk:

 

  1. Konsultasi; tentang penerapan ketentuan-ketentuan standar etika terdapat dalam TKTCPI.

 

  1. Rekomendasi; agar suatu konsep karya cipta atau materi iklan diterima oleh pihak tertentu.

 

  1. Arbitrasi; sebagai mediator jika terjadi perselisihan antar-anggota tentang tafsir atas TKTCPI.